CLOSE
Welcome to October
Indeks pada perdagangan kemarin ditutup menguat pada level 6286. Ditransaksikan dengan volume yang cukup ramai jika dibandingkan dengan rata-rata volume 5 hari perdagangan. Indeks ditopang oleh Basic Materials (0.168%), Consumer Cyclicals (0.294%), Energy (5.654%), Financials (2.821%), Healthcare (1.139%), Industrials (2.486%), Infrastructures (2.381%), Consumer Non-Cyclical (1.081%), Properties & Real Estate (0.959%), Transportation & Logistic (0.581%) kendati dibebani oleh sektor Technology (-0.225%) yang mengalami pelemahan walaupun belum signifikan. Indeks pada hari ini diperkirakan akan bergerak pada range level support 6263 dan level resistance 6330. Bursa saham AS (Wall Street) kembali ambrol pada perdagangan terakhir di bulan September. Pergerakan tersebut sekaligus menegaskan September menjadi bulan yang tidak bersahabat bagi Wall Street. Indeks Dow Jones kemarin ambrol 1,59% ke 33.843,92, S&P 500 minus 1,19% ke 4.307,54, sementara Nasdaq melemah 0,4% ke 14.448,58. Sepanjang September indeks S&P 5000 ambrol 4,76%, menjadi kinerja terburuk sejak Maret 2020, Dow Jones merosot 2,74%, dan Nasdaq jeblok 5,31%. Jebloknya Wall Street pada perdagangan Kamis kemarin tentunya membawa sentimen negatif ke Asia.Wall Street yang jeblok juga menjadi indikasi sentimen pelaku pasar sedang memburuk, dan bisa menekan rupiah serta SBN. Sementara itu kabar baik juga datang dari AS, Kongres sudah menyepakati anggaran jangka pendek yang menghindarkan pemerintahan mengalami shutdown. Anggaran tersebut akan mendanai operasional hingga awal Desember. Tetapi, shutdown sebenarnya bukan masalah yang perlu ditakuti, sebab tidak memberikan dampak yang besar ke dalam negeri. Bahkan, saat shutdown terakhir dan terpanjang dalam sejarah AS yang terjadi pada 22 Desember 2018 hingga 25 Januari 2019, pasar finansial Indonesia malah mencatat kinerja positif. Dari dalam negeri, pagi ini akan dirilis data PMI manufaktur yang berpotensi menggerakkan pasar finansial. Pada bulan Agustus lalu, PMI manufaktur dilaporkan sebesar 43,7 alias mengalami kontraksi cukup dalam. Data PMI manufaktur untuk bulan September seharusnya menunjukkan perbaikan, sebab pemerintah sudah melonggarkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Berlanjutnya perbaikan PMI manufaktur tentunya bisa memberikan sentimen positif ke pasar finansial, apalagi seandaianya ada kejutan dengan kembali berekspansi. Selain itu Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini akan melaporkan data inflasi.Bank Indonesia (BI) memperkirakan terjadi deflasi pada September 2021. Jika terwujud, maka akan menjadi yang pertama dalam tiga bulan terakhir.BI dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) hingga pekan IV memperkirakan terjadi deflasi 0,01% pada September 2021 dibandingkan bulan. Ini membuat inflasi tahun kalender (year-to-date/ytd) menjadi 0,83% dan inflasi tahunan 1,63%. Rendahnya inflasi memberikan ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga. Fitch Solutions memprediksi suku bunga di Indonesia akhir 2021 berada di 3,25% atau turun 25 basis poin dari level saat ini. Penurunan suku bunga memang bisa lebih memacu perekonomian, tetapi berisiko membuat rupiah tertekan, apalagi The Fed kini sudah bersiap mengurangi stimulus moneternya. Sehingga bagaimana kebijakan moneter ke depannya akan menarik.
PT. Erdikha Elit Sekuritas | Member of Indonesia Stock Exchange
Gedung Sucaco lt.3 Jalan Kebon Sirih kav.71
Jakarta Pusat 10340, Indonesia
Website : www.erdikha.com